Bullyan mu Semangat ku

Bullyan mu Semangat ku

Tin…tin suara klakson motor berbunyi, terlihat dari kejahuan Fadli sedang berpamitan dengan ibunya. “Nak, ayo cepat nanti kita terlambat”, teriak Sang Ayah dari luar rumah. “Sebentar yah”, ucap Fadli seraya mencium tangan ibunya.

Mereka berdua pun segera pergi menuju sekolah Fadli. Sesampainya disana, Fadli berpamitan dengan Ayahnya dan segera masuk ke dalam sekolahan. Bruk.. terdengar suaru orang terjatuh, yah Fadli terjatuh karna tersandung. Mereka adalah Candra dan Radit anak seorang pengusaha kaya raya. Memang sekolah Fadli cukup ternama, Fadli mendapatkan beasiswa sehingga dapat bersekolah di MTs elit tersebut.  

“Eh, kita mau pesen ojeknya dong bisa gak?”, ucap Candra dengan nada mengejek. “Whaaa..haha, sana lu bantuin bapak lu narik penumpang, anak orang miskin mah gak usah sekolah”, tambah Radit. ” Iya, lu ngapain ke sini, palingan juga ujung-ujungnya nanti jadi driver ojek online”, maki Candra

Fadli berdiri dan terus melangkah menuju kelasnya tanpa menghiraukan cacian dari teman-temannya. Yah, memang profesi Ayah Fadli sebagai ojek online, menjadi bahan tertawan Fadli di sekolahnya. Tapi tidak membuat Fadli untuk patah semangat belajar. Dia melupakan segala gengsi agar tetap bisa menimba ilmu di MTs tersebut. 

Fadli sebenarnya anak yang pandai, dia mampu memahami berbagai macam mata pelajaran. Bahkan tak heran jika Candra dan Radit sering meminta contekan jika saat ulangan. Kring…kring bel tanda pelajaran telah berakhir berbunyi. Semua siswa tak sabar ingin pulang. 

Sesampainya di rumah, ia bersalaman dengan ibunya. Fadli membereskan rumah saat Ayahnya mencari uang. Keadaan kedua orang tuanya memaksa Fadli harus membantu urusan orang tuanya.

Terlebih sudah 1 tahun ini, Ibu Fadli terbaring lemah di atas kasur. Ibu Fadli menderita penyakit stroke. Membuat beliau tidak dapat mengurus suami dan anaknya.

Di dalam rumah mewah, Candra sedang kesepian. Ia bosan hanya duduk nonton tv dan bermain gadget. Dia ingin memiliki suasana rumah yang ramai penuh keceriaan. Orang tua Candra terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan mereka masing-masing, sehingga lupa untuk mengurus Candra.

Candra bergegas ke luar rumah ingin berjalan-jalan sebentar. Tanpa memberi tahu siapapun Candra berjalan menyelusuri jalan setapak kampung sebelah komplek perumahannya. Kampung kumuh yang bahkan Candra belum mengetahuinya.

Langkah kaki seseorang terdengar tak jauh dari belakang. Langkah tersebut seperti mengikuti Candra ke berbagai arah. Hatinya semakin ketakutan, berangan-angan bahwa sosok yang dibelakangnya benar-benar orang jahat. Candra pun berlari ketakutan.

“Candra…” Panggil seseorang. Candra yang tak asing dengan nama itupun segera menolehkan muka kebelakang. Benar saja, sesosok anak laki-laki yang biasa ia bully di sekolah. “Candra, mau kemana kamu”, tanya Fadli. ” Ehmm, aku hanya jalan-jalan sebentar”, jawab Candra. “Kenapa kamu lari saat aku panggil tadi”, Fadli kembali melontarkan pertanyaan yang membuat Candra agak canggung untuk menjawabnya. ” Ohhh, aku kira tidak ada yang memanggilku, sehingga aku berlari”, jawab Candra agak sedikit malu. “Lalu untuk apa kamu ke tempat kumuh seperti ini Can?”, tanya Fadli. ” Sudah kubilang kalau aku hanya berjalan-jalan!”, ucap Candra dengan nada tinggi. “Ohh, ya sudah”, ucap Fadli seraya meninggalkan Candra. ” Ehh, mau kemana kamu”, tanya Candra. “Aku mau pulang, kamu lupa kalau aku tinggal di permukiman ini”, jawab Fadli sambil terus berjalan pulang. ” Eh tungguuu”, teriak Candra sambil berlari menghampiri Fadli

Fadli berjalan memasuki sebuah rumah kecil dengan lampu yang tidak terlalu terang. “Assalamualaikum”, ucap Fadli di depan rumah kecil tersebut. ” Waalaikumsalam”, jawab seorang wanita dari dalam rumah tersebut. “Ayo masuk”, ajak Fadli kepada Candra

Candra masuk dengan melihat atap gendeng yang sudah pada bocor. Keadaan rumah Fadli yang jauh berbeda dari rumah Candra. Membuat Candra tersadar, tak seharusnya ia membuly Fadli karena kekurangannya. Candra tersadar bahwa seharusnya ia membantunya bukan mencacinya.

” Fad, maaf yah dari dulu aku selalu membuly kamu”, ucap Candra penuh penyesalan. “Iya, gak papa kok Can. Sudah biasa aku diperlakukan seperti ini”, ucap Fadli tabah. ” Maaf banget kalau dulu aku suka jailin kamu, memangnya kamu gak marah kalau aku dan teman-temanku sedang membulymu Fad”, tanya Candra. “Untuk apa marah, justru cacian-cacian kalian aku jadikan semangat agar aku dapat lebih giat belajar menggapai semua impianku. Aku ingin membuktikan kepada kalian bahwa aku tak serendah apa yang kalian bicarakan”, ucap Fadli dengan lantangnya. ” Fad, mau gak kita temenan”, ajak Candra. “Dari dulu kita emang temenan, aku gak pernah anggap kamu sebagai musuh Can. Kita semua ini sama. Mau kaya, miskin, kita tetep manusia Can”, ucap Fadli

” Ya sudah kalau begitu, ini sudah malam aku pamit pulang dulu ya Fad”, ucap Candra seraya beranjak hendak keluar rumah. “Baiklah kalau begitu hati-hati di jalan ya Can”, ucap Fadli. “Oh ya besok kamu berangkat sama aku ya Fad”, ajak Candra. ” Lho kenapa, aku bisa diantar ayah”, tanya Fadli heran. “Ya gak papa  mau yah. Anggap aja sebagai tanda minta maaf”, ucap Candra meyakinkan. “Baiklah aku mau. Hati-hati Can, sampai jumpa besok”, ucap Fadli

Langit agak mendung pertanda akan turun hujan, suaru klakson mobil mewah dibunyikan tepat di depan rumah lusuh di permukiman tersebut. ” Fadli berangkat dulu ya bu”, pamit Fadli pada ibunya. “Iya nak kamu hati-hati di jalan ya”, ucap Ibu Fadli. ” Hai Fad, Ayah kamu sudah berangkat?”, tanya Candra pada Fadli. “Oh iya Ayahku berangkat lebih awal karna ada yang pesan ojek online”, jawab Fadli. ” Oh, yuk berangkat sekarang nanti kesiangan”, ajak Candra sembari memasuki mobilnya. “Ayo”, jawab Fadli

Sesampainya di gerbang sekolah, semua anak terlihat begitu sangat terkejut melihat Fadli dan Candra bisa jalan berdua. ” Can, lo kesambet apa kok jalan bareng Si miskin”, sergah Radit. “Lo jaga omongan lo”, bela Candra. ” Can lo kenapa? Pasti lo diguna-guna sama anak ojek online ini”, maki Radit kembali. “Sudahlah Can, gak usah didengerin. Mending kita langsung masuk kelas saja”, kata Fadli melerai kedua anak tersebut. ” Awas ya, urusan kita belum kelar”, ancam Candra pada Radit. “Candra, ayo”, ajak Fadli kembali. ” (Sambil tersenyum sinis) Lo pasti bakal nyesel Can temenan sama dia”, ucap Radit sembari berlalu meninggalkan Fadli dan Candra

Jam pelajaran pun usai, waktunya para siswa kembali ke rumahnya masing-masing. “Nih fad, buat lo”, sambil mengancungkan sebuah undangan ulang tahunnya. ” Ini beneran kamu ngundang aku  buat dateng di pesta ulang tahunmu”, tanya Fadli tak percaya. “Iya, kenapa emangnya?”, kata Radit mencoba meyakinkan Fadli. ” Oh gak papa sih”, jawab Fadli 

Pesta di rumah Radit itu sungguh meriah. Semua tamu undangan berpakaian gaun kesukaan mereka masing-masing. Namun seketika suasana berubah dengan kedatangan seseorang yang berpakain sederhana. Kebetulan Radit langsung melihat kedatangan Fadli

“Wah lihat teman-teman siapa yang datang”, ucap Radit dengan nada mengejek. ” Gak salah ni anak ojol dateng ke pesta kayak gini”, ucap Lutfi menambahkan. “Dit, apaan sih kamu. Kan kamu yang ngundang Fadli buat datang ke pesta mu”, ucap Candra membela. ” Iya aku yang ngundang, karna aku mau sekalian bully dia disini”, jawab Radit

Fadli hanya terdiam mendengar semua ejekan dari teman-temannya itu. Sambil berlari keluar rumah Radit menahan malu. Semua tawa yang Fadli dengar masih melekat dalam telinganya. Sedih sekali tak pernah ia rasakan bully an sekejam ini. “Bodohnya aku, kenapa datang di pesta seperti ini? Kenapa tidak berfikir dua kali sebelum datang?”, ucap Fadli memaki dirinya sendiri

Tanpa sepengetahuan Fadli ternyata Candra mengikutinya dari belakang. ” Radit memang sangat keterlaluan pokoknya nanti aku harus ngomong ke Radit buat minta maaf ke Fadli”, ucap Candra dalam hati

Esoknya sekolah gempar dengan berita bahwa Pak Wibowo tersandung kasus korupsi. Pak Wibowo tak lain adalah Ayah Radit, yang baru semalam mengadakan pesta ulang tahun yang sangat meriah. Seketika gosip itu menuju ke Radit, semua siswa membullynya. Radit sangat malu karna ulah Ayahnya. Akhirnya Radit sadar bahwa selama ini ia salah telah mengejek Fadli. Radit ingin minta maaf kepada Fadli. 

Malamnya Radit berencana untuk datang ke rumah Fadli. Sesampainya di rumah Fadli, Radit mengetuk pintu kayu yang telah rapuh termakan oleh rayap. Setelah ketukannya itu, terdengar suara langkah kaki dari dalam rumah. Tak lama seorang anak keluar dari dalam rumah bambu itu, tak lain adalah Fadli. 

“Eh Radit, tumben banget kamu kerumah ku”, tanya Fadli heran. ” Hehe iya Fad”, jawab Radit sambil menahan malu. “Ya udah yuk masuk dulu”, ajak Fadli ramah. ” Eh gak usah Fad, disini aja”, tolak Radit. “Oh baiklah”, jawab Fadli. 

” Fad, aku mau minta maaf. Selama ini aku selalu mengejek kamu Fad”, ungkap Radit sejujurnya. “Gak papa kok dit, aku udah maafin kamu dari dulu”, jawab Fadli. ” Maaf banget Fad aku tau aku keterlaluan banget ke kamu. Setiap hari aku selalu ngejek kamu, setelah Ayahku bangkrut aku baru sadar kalau semua ini salah. Gak seharusnya aku mengejek orang lain karena kekurangannya”, ucap Radit penuh penyesalan. “Iya dit, memang roda kehidupan itu berjalan kadang berada di atas kadang juga bisa di atas”, ucap Fadli penuh wibawa.

Keesokannya di sekolah, semua siswa kaget ketika melihat Fadli, Candra dan Radit terlihat sangat akrap. Bahkan siapapun yang mengejek Fadli harus berhadapan dengan Candra dan Farid. Candra dan Farid kini berteman akrab dengan Fadli, karena mereka terlah sadar bahwa apa yang dilakukannya adalah sebuah tindakan yang kurang baik. Sehingga, Cadra dan Farid menjelaskan kepada semua teman-temannya di sekolah untuk tidak menghina Fadli lagi dengan segala kekurangnya. Akhirnya semua teman di sekolah Fadli menyadari hal itu, bahwa kita jangan mudah merendahkan seseorang dengan melihat apa yang tampak di diri seseorang itu, melainkan kita harus mengerti lebih jauh untuk mengerti di balik kesederhaan atau kekurangan seseorang.

Related Post

Leave A Reply