—Intan Tri Nur Indahsari
dari silsilah rahim zaman telah kaucoba menziarahi fragmen kisah yang menjadikanmu fasih memafhumi tanah seusia senja nan kerap menafkahimu dengan analekta kemujuran menakhlik banyak rangkulan raharja dalam mengarungi kehidupan saban kau membaca tanah ini, kan tampak dari tiap sudut enigma tengah menggenggam jerih jemarimu untuk segera mengasuh karunia sebagai cara lain menjaga sabda & gema doa-doa lama yang tengah meredam gelumat nestapa hingga tiap kau beranjak mengembara, kan mengemuka niskala yang menyerumu pulang sebab, tiada yang lebih damai kecuali berlabuh kepangkuan tanah raya tanah yang subur gembur dipenuhi karunia budaya tanah yang lapang—tempat di mana kau selamat dari kesendirian & selesa membuatmu menambatkan napas usia menyalakan kehidupan kedua orang yang menjalarkan kasih renjana ke dalam tubuhmu yang masih meringkih ragu dalam merasai euforia dunia tapi tanah ini selalu mengajarkanmu cara menjadi kesedihan, cara menjadi kedamaian, pun cara menjadi kemujuran saat kau mulai meraba makna, membaca kemurnian rasa bahwa hidup di bawah zamin yang meruah kemajemukan ialah kemewahan yang sulit kaujumpai bila menatah langkah ke tanah lain; ke tanah yang merah tanah yang mungkin akan banyak menayangkan adegan pertempuran yang tak pernah usai memaksamu membungkus air mata maka kini taruhlah rasa syukur di pekarangan dadamu, di ubun-ubun kepala agar kau dapat merasai bagaimana tanah ini bekerja menciptakan lapang karunia dalam manunggal kemajemukan (2023)