“Widihh, followers IG lo nambah terus, tuh!” teriak Hani yang berdiri di depan Lisa yang sedang bermain HP. Lisa terlonjak kaget saat Hani berteriak, dan langsung menutup mulut temannya itu dengan kertas di tangannya yang ia pakai sebagai kipas.
“Suara lo udah kayak toa masjid, tau!” tegur Lisa dengan nada yang ditekan pada akhir kata.
“Hehehe.. iya-iya maaf,” ucap Hani dengan nada tak bersalah, “tapi, jangan disumpel pake kertas juga kali, Lis!” sambungnya dengan nada merengek, layaknya anak kecil yang sedang meminta permen pada ibunya.
“Habisnya lo ngeselin,” sahut Lisa sambil menjulurkan lidah.
Mereka terus saja bercanda, seakan dunia ini hanya milik berdua. Sampai-sampai mereka tak sadar, bahwa beberapa temannya sudah berada di kelas, dan sedang mengamati mereka. Bukan karena mereka kepo! Hanya saja, Lisa dan Hani bercanda ria dengan nada yang cukup keras, sehingga mereka pun ikut mendengarnya dan akhirnya hanyut dengan kelakuan dua sahabat yang ajaib bin aneh itu, hahaha.
“Lisa, Hani!” panggil seorang gadis yang bernama Luna, yang duduk di kursi paling depan, lebih tepatnya, persis di depan meja guru. Ya, kalo sebagian orang justru sangat menghindari duduk di bagian itu, beda halnya dengan Luna, gadis itu justru sangat menyukainya.
“Oii, ada apa, Lun?” sahut mereka berdua kompak.
“Nanti jadi nggak?” tanyanya sambil menghadapkan tubuhnya ke arah mereka berdua.
“Jadi, dong! Pokoknya nanti kita selesaikan semua, Okey!” ucap Lisa dengan semangat, dan diakhiri dengan mengatupkan jari jempol dan jari telunjuk, dan tiga jari lainnya berdiri.
“Okey!” sahut Hani dan Luna berbarengan.
Teng.. teng.. teng..
Tanda berakhirnya pembelajaran berbunyi. Semua siswa berhamburan keluar kelas, ada yang menuju parkiran, ada yang menunggu di depan gerbang sekolah, dan ada pula yang menunggu di halte.
Lisa, Hani, dan Luna, kini sudah berada di dalam bisa menuju ke rumah Hani, untuk menyelesaikan tugas sekolah, seperti yang tadi siang mereka rencanakan.
“Han! Ini beneran gak papa ‘kan kalo kita garapnya di rumah, Lo?” tanya Luna. Sebenarnya sedari tadi ia merasa tidak enak hati, karena takut merepotkan Hani. Padahal, Luna sudah menanyakan hal ini beberapa kali, dan Hani pun sudah menjawabnya.
“Lun! Lama-lama gue empos juga, ya!” geram Hani, “Gue, udah jawab itu berkali-kali, ya ampun! Lo, mau nanya sampai seribu kali pun, jawabannya tetep sama, jadi jangan tanya lagi, Oke!” jelas Hani.
“Hehehe, kebiasaan deh, Lun!” kekeh Lisa, ia merasa lucu dengan sikap Luna yang selalu merasa begitu saat mereka akan kerja kelompok mengerjakan PR, kecuali saat akan melakukannya di rumah Luna. Ya, iya lah! kan rumahnya sendiri, bambang!.
“Hehe, maaf ya, Lis, Han! Gak tau kenapa, susah banget ngilangin kebiasaan itu, Lis!” ucap Luna menunduk sembari memainkan jari-jarinya.
“Iya, Lun. Gak papa kok, santai kali,” kata Lisa sambil menepuk pundak Luna.
Percakapan mereka terus berlanjut sampai akhirnya mereka sampai di rumah Hani.
“Assalamu’alaikum, Bu!” ucap mereka bertiga kepada Ibu Hani yang sedang menyapu halaman depan.
“Wa’alaikumussalam, eh, ada Lisa sama Luna,” jawab Ibu Hani sambil tersenyum. Kemudian dibalas dengan senyuman dan anggukan dari Lisa dan Luna. Oh iya, jangan bingung yah, kalo ibunya Hani itu tahu nama mereka, karena memang mereka sering kerja kelompok, dan mereka memang sengaja kerja kelompoknya di rumah salah satu dari mereka, supaya lebih hemat dan pastinya orang tua mereka akan lebih percaya.
“Bu, kita langsung ke dalam, yah! Soalnya tugasnya lumayan banyak, nih!” ujar Hani sambil menepuk tas tenteng yang dibawanya. Di dalamnya berisi buku tugas Lisa dan Luna, dan juga beberapa buku untuk refrensi yang sempat mereka pinjam di perpus.
Kemudian, mereka mengerjakan tugas-tugasnya dengan fokus dan teliti, dan juga diselingi candaan, supaya tidak terlalu pusing karena tugas. Tak lama, akhirnya tugas-tugas mereka pun selesai.
~
Keesokan harinya.. Di sekolah.
“Eh, teman-teman, ada trio krucil yang sok pinter dan sok tenar lewat nihh..” teriak salah satu siswi yang berada di depan kelas. Ia bernama Angel.
“Mana.. mana..” sahut siswi yang berada di belakangnya, sambil melongok keluar melalui kaca kelas. Dia adalah Sisi.
“Haduhh.. Jangan sok rajin deh, Lo! Gue tau, kalian itu kalo garap PR contek-contekan, ya ‘kan? Gak usah caper sama guru! Jijik, tau gak?!” ejek siswi lainnya.
“Permisi!” jawab Hani, lalu menarik kedua sahabatnya masuk ke dalam kelas, tanpa membalas perkataan mereka.
“Wahh.. Berhenti, Lo!” teriak Angel dengan nada amarah.
“Iya, ada apa yah?” jawab Hani santai.
“Lo, ada masalah sama gue!” lirih Angel, tapi penuh penekanan.
“Maaf, tapi saya tidak merasa punya masalah denganmu. Tapi kalo memang aku punya salah, aku minta maaf dengan tulus,” ucap Hani dengan lembut, walaupun sebenarnya ia sedikit kesal, tapi ia mengesampingkannya.
“Terus, Lo pikir masalahnya kelar gitu?” kata Angel sambil menekuk tangannya ke depan dada, “Lo, dan teman-teman Lo itu gak pantes ada di kelas unggulan! Kalian itu anak miskin, modal tampang doang, tau gak!” sambungnya dengan nada tidak suka.
“Iya, bener! Jangan Lo kira kita mau temenan sama kalian bertiga, yang jelas-jelas MaDeSu, alias Masa Depan Suram! Hahaha,” sahut yang lain dengan hinaan yang menyakiti hati.
“Cukup!” potong Lisa saat ada siswi yang akan menghina mereka lagi.
“Wihh, berani juga, Lo!” teriak salah satu siswi yang berada di situ.
“Udah, cukup! Gue tau, Lo semua anak dari orang kaya, sedangkan gue, Luna, Hani, bukan dari orang kaya, kita orang miskin. Tanpa Lo ngomong pun, gue tau! Kalo masalah pinter. Itu memang karena kita belajar, bukan modal NYONTEK! Paham!” jelas Lisa dengan nada sedikit meninggi.
“Terus, masalah cantik, gue dan sahabat gue gak pernah tuh bilang kalo kita cantik. Yang tadi bilang kan, Elo! Gue heran deh sama kalian! Kenapa sih suka banget ngurusin hidup orang?” sambungnya sambil meredakan emosi.
“Ngurusin hidup orang? Emangnya gue bayarin Lo sekolah, hah?! Gue gak ngurusin hidup orang! Cuma gue gak suka liat orang kayak, Lo!” sanggah Angel.
“Gue bingung deh! Kalian tuh iri sama kita darimananya? Apa yang kalian iriin dari kita? Pinter? Solusinya belajar, kalo lo nyudutin kota kayak gini, gak akan ada hasilnya!” sahut Luna yang sedari tadi bungkam.
“Iri?! Guys.. Kita dibilang iri sama mereka, hahaha,” ucap Sisi diakhiri dengan tawa mengejek.
“Luna, Lisa, udah ayo kita duduk aja,” ucap Hani menyudahi.
“Ahh, ada yang ngaku kalah debat nihh..” sambung Sisi sembari melirik ke arah mereka bertiga yang sudah kembali duduk di tempatnya masing-masing.
Beberapa jam berlalu, kini mereka bertiga sedang berada di perpustakaan untuk menghabiskan waktu istirahat mereka.
“Omongan Angel sama Sisi kita jadiin semangat, Okey!” kata Hani semangati
“Huh.. Oke, percuma juga kalo dijadiin dendam, gak ada gunanya, hehe,” ucap Lisa tak kalah semangat.
“Iya, bener. Yang penting kita buktikan ke mereka, kalau prestasi itu gak mandang kita orang kaya atau orang miskin. Tapi, dipandang dari kemampuan yang kita miliki, ya ‘kan? Jadi, semangat!!” ucap Luna ikut semangat. Kemudian mereka tersenyum dan tertawa kembali.
Beberapa hari kemudian..
“Ekhem..” dehem Angel, yang berada di dekat Hani, Lisa dan Luna.
“Gak usah besar kepala kalian! Jangan mentang-mentang kemarin jadi juara nasional, terus kalian jadi sombong!” ucap Sisi memulai pembicaraan.
“Ya, biasalah, kalau orang udah pernah juara nasional, pasti punya sifat sombong!” ucap Angel sambil menekan kata terakhir.
“Maaf, Angel, Sisi, kita ga ada niat buat sombong, kok! Bukannya kalian sendiri yang menjauhi kita, dan kalian sendiri yang bilang tidak suka sama kita?” ucap Lisa hati-hati, karena takut salah berbicara.
“Terus, kenapa kalian gak bales kita? Kenapa kalian diem aja pas kita hina? Kalian mau merendah untuk meroket, hah?!” sindir Sisi.
“Ngga kok, lagipula kita udah maafin kalian, dan memang ga ada yang perlu dibales, ‘kan?” sahut Hani kemudian tersenyum.
“Iya, bener. Apa yang dikatakan oleh Lisa dan Hani itu bener. Kita bertiga gak ada niatan mau sombong sama kalian, kita juga ngga mau merendah untuk meroket. Yang kita lakukan adalah berusaha menjadikan setiap yang keluar dari mulut kalian itu menjadi semangat untuk kita. InsyaAllah kita gak ada dendam sama kalian, kok! Jadi, kalo kalian udah mau main sama kita. Kita juga menerima kalian sebagai teman kita. Iya kan, Lis, Han?” jelas Luna. Kemudian, diangguki oleh Lisa dan Hani.
“Kalian beneran?” tanya Angel meyakinkan.
“Iya dong, bener!” jawab mereka kompak.
Kemudian mereka berpelukan dan saling meminta maaf.
~Sesuatu yang buruk, jangan dibalas dengan buruk juga. Tapi, balaslah dengan yang indah. Maka, hasilnya pun akan sangat indah~