Setelah presiden menetapkan kebijakan new normal, serempak pada tanggal tersebut para pedagang mulai membuka toko dan menjual dagangannya dan para petani pun yang kian lama tak muncul kini mulai mencari benih-benih baru untuk ditanam dikebunnya, tak kalah para barista pun mulai membuka cafeshop dan siap untuk meracik kopi sesuai pesanan konsumennya
Walau dikota kami telah ramai warga lalulalang melakukan aktifitasnya, mereka tetap mematuhi protokol kesehatan yang diterapkan pemerintah seperti: Jaga jarak antara satu dan lainnya, memakai masker, mencuci tangan, menjaga bersentuhan dengan orang lain dan upaya-upaya lain untuk menghindari terjangkitnya penyebaran pandemi corona
Lain halnya dengan remaja yang kini sedang duduk santai sembari menikmati secangkir kopi hitam yang sangat nikmat. Ardhito namanya, remaja yang sedang menginjak usia 17 tahun ini tidak percaya akan adanya pandemi corona yang telah membuat heboh seluruh dunia Baginya, ada dan tiada corona adalah pembohongan masa nyatanya, sekolah diberhentikan dan metode belajar mengajar tatap muka dialihkan menjadi pembelajaran online yang banyak disebut dengan daring akan tetapi, kampanye-kampanye diselenggarakan tanpa melihat efek samping yang ditimbulkan akibat kerumunan masa begitu juga dengan kondisi mall, bandara, tempat-tempat wisata yang ramai seakan-akan corona itu tidak ada
Ardhito tinggal bersama kedua orang tuanya dan memiliki seorang adik laki-laki, kedua orang tua Ardhito adalah orang yang berpendidikan. Ayahnya yang bernama Agung adalah salah seorang anggota DPR(Dewan Perwakilan Rakyat). Dan mamanya adalah seorang dosen yang memiliki jadwal yang sangat padat. Kedua orang tua Ardhito selalu menyuruh Ardhito untuk melakukan Social Distancing dan menerapkan PSBB(Pembatasan Sosial Berskala Besar) dalam kesehariannya. Akan tetapi, semua pesan yang disampaikan kedua orang tuanya dihiraukannya begitu saja.”Corona hanya soal usia, corona hanya untuk orang tua, anak muda tidak akan terjangkit oleh virus tersebut” batinnya. Ia selalu menyepelekan perihal-perihal penting yang banyak dilakukan oleh khalayak ramai
Berbeda halnya dengan adiknya, Raihan selalu mendengar perkataan kedua orang tuanya ia selalu menerapkan protokol kesehatan yang diterapkan oleh pemerintah. Selalu mencuci tangan dan menjaga jarak dari kerumunan masa
Kedua orang tua Ardhito lebih sering menghabiskan waktu didalam rumah dibandingkan beraktifitas diluar rumah, seluruh pekerjaan hanya dilakukan didalam ruangan menatap kosong monitor yang terus menyala. Ayahnya yang memiliki jadwal yang sangat padat terpaksa harus bekerja santai didalam rumah, telah banyak pertemuan-pertemuan penting yang ditunda ayahnya disebabkan pandemi corona, begitu pula dengan mamanya yang hanya bisa mengajar mahasiswa/i secara online, seluruh pekerjaan terpaksa ditunda dikarenakan pandemi tersebut.
Ardhito tidak merasa gundah akan datangnya pandemi corona, ia melewati hari-harinya seperti biasa tanpa harus memikirkan protokol kesehatan yang diterapkan oleh pemerintah, Ardhito keluar rumah tanpa menggunakan masker, tanpa memikirkan keadaan sekitar yang dapat membahayakan tubuhnyadan mengabaikan gerakaan 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak) bertolak belakang dengan kedua orang tuanya yang selalu menaati protokol kesehatan.
Bahkan Raihan pun sudah tidak keluar rumah selama dua minggu pasca New Normal berlangsung, walaupun dirinya sangat membutuhkan waktu diluar rumah untuk beberapa kepentingan.
Dua Minggu Kemudian
Siang itu matahari tampak bersahabat, terik tapi tidak menyengat dihari itu Raihan memiliki urusan yang sangat penting, sehingga mengharuskannya untuk keluar rumah. Raihan pergi keluar rumah setelah berbincang panjang dengan kedua orang tuanya “Ma, Pa…” Raihan berkata dengan merayu kedua orang tuanya “Ada apa dengan mu Raihan?, kamu tampak begitu senang hari ini” ibunya bertanya menyelidik, “Raihan harus keluar rumah hari ini, ada urusan penting yang harus Raihan selesaikan ma…, pa… ma…, Raihan janji bakalan menaati protokoler kesehatan kok, lagipun bang Ardhito selalu keluar rumah nggak kenapa-kenapa tuh” Raihan meyakinkan kedua orang tuanya sambil menyinggung saudara kandungnya itu. Setelah bujukan-bujukan yang telah Raihan katakan papanya berkata “Baiklah, tapi tetap jaga jarak dan jangan remehkan lingkungan sekitar ya han…”
Raihan dengan Denim Jacket dan celana ponggolnya taklupa dengan masker yang dilekatkan diwajahnya sudah siap untuk melepas semua beban yang telah ditahannya selama ini, akhirnya siang itu Raihan keluar rumah
Ardhito yang ditugaskan oleh papanya untuk menemani Raihan berangkat tanpa menggunakan masker apalagi membawa hand sanitizer, abangnya yang satu ini memang tidak patuh terhadap protokoler kesehatan akan tetapi selama ini abangnya bisa dikatakan dalam kondisi yang fit, tiada gejala besar yang menunjukkan bahwa Ardhito terkena corona. Ditengah perjalanan Ardhito bertanya kepada adiknya “Akankah kau percaya bahwa corona itu ada?” lalu Raihan menjawab “yaiyalah aku percaya, berapa banyak korban yang telah ia telan, aku berharap tidak menjadi salah satunya” Ardhito menanggapinya dengan tertawa terbahak-bahak sembari menjawab “Bisa aja lu, gausah ambil pusing, palingan juga konspirasi” melihat jawaban abangnya itu, Raihan hanya bisa termangu atas jawaban yang dilontarkan abangnya.
Melihat raut wajah adiknya yang tampak cemberut, Ardhito menawarkan Raihan untuk makan setelah kegiatan yang Raihan lakukan selesai, mendengar tawaran yang menggiurkan Raihan pun tidak berfikir panjang menerima tawaran abangnya itu.
Setelah semua kegiatan selesai, Ardhito pun menepati janjinya “Lu pasti ketagihan makan di restoran ini, percaya deh” Ardhito berkata layaknya seorang bintang iklan. Setelah makannan disajikan diatas meja merekapun perlahan mencicipi makanan tersebut dengan perlahan
“Dilidah gua kok hambar ya?” tanya Raihan kepada abangnya, seakan ragu atas apa yang telah dikatakan adiknya, Ardhito pun mencicipi kembali makanannya seraya berkata “Kayanya lidah lu yang salah, makanan gua enak- enak aja kok” karena rasa takut akan corona Raihan mengajak abangnya untuk pulang
Sesampainya dirumah, Raihan menceritakan kejadian tersebut kepada papa dan mamanya, karena waswas Raihan diasingkan kedalam kamarnya selama dua minggu. Minggu pertama tak ada gejala serius yang dialami Raihan kecuali Anosmia (hilangnya indra perasa) akan tetapi, menjalani minggu kedua Raihan mulai mengalami penurunan imun yang signifikan, dengan sontak kedua orang tuanya membawa Raihan ke dokter untuk melakukan tes PCR, setelah menunggu lama hasil lab pun keluar
Bak peluru yang menusuk jantung corona tidak memandang siapa dan apa dia itu, pecah tangis pun keluar dari kedua orang tuanya, abangnya yang merasa bersalah hanya bisa terpaku merintihkan air mata melihat adiknya terbaring lemah diatas kasur, bagaikan menjilat ludah sendiri, seakan kata-kata yang sebelumnya masih teringat jelas ditelinganya susasana hancur berkeping-keping, apalah daya nasi telah menjadi bubur, cukup adiknya yang menjadi pelajaran baginya, mulai saat itu Ardhito pun mulai memandang corona tidak dengan sebelah mata
Setelah dua bulan berlalu kejadian itu pun menjadi pelajaran, tidak hanya bagi dirinya ia pun mulai menginfluence orang-orang untuk menjalankan protokol kesehatan.
Kamu kuat, bagaimana dengan mereka?